Friday, January 11, 2013


Sunday, May 29, 2011

Bertanya Pada Diri Sendiri



Wahai diriku, apa kabarmu hari ini? Adakah engkau dalam keadaan sihat zahir dan batin? Masihkah senyum manis menghiasi bibirmu? Masihkah langkah hidup terasa ringan engkau hayunkan atau malah terasa berat sekali? Masihkah engkau bergegas untuk menjawab panggilan-Nya disaat azan berkumandang? Adakah perasaan malas dan menunda mulai hinggap di hatimu untuk berbuat kebaikan? Masihkah ucapan istighfar sebagai rasa sesal membasahi bibirmu, untuk setiap ucapan yang nista, pandangan mata yang tak seharusnya, serta bisikan jahat pada hatimu yang akhirnya engkau lahirkan dalam wujud perbuatan?


Saudaraku,

Terkadang, kita terlalu sibuk dengan dunia di luar diri kita. Kita begitu bersemangat membuat banyak perubahan untuk lingkungan sekitar kita. Kita bersemangat untuk menutupi setiap kekurangan yang tampak di hadapan, serta bersemangat menjadikan segala sesuatu di luar diri kita tampak lebih baik dari hari ke hari. Namun, tanpa disedari, kita lupa bertanya pada diri sendiri. Kita lupa untuk sentiasa melihat setiap perubahan kecenderungan yang singgah pada diri kita.

Kita lupa untuk memperbaiki dan menutupi banyaknya kekurangan dan aib-aib diri kita. Dalam setiap pertambahan waktu dan umur, dalam banyak pergaulan dan interaksi yang terjadi, tak dipungkiri pasti terdapat perubahan-perubahan dalam kecenderungan diri kita. Mungkin, aktifitas yang kita geluti dari hari ke hari tanpa disadari sudah memakan kesadaran kita untuk terus waspada serta berjalan dalam rambu-rambu ketaatan dan keistiqomahan menjaga keimanan dari bisikan-bisikan halus kelalaian.

Mungkin saja diri kita yang dulunya begitu kuat untuk memegang prinsip-prinsip yang mulia dalam hidup, mulai goyah dan terbawa arus setelah berbaur dengan beragam karakter dan kebiasaan. Adakah kita senantiasa bertanya pada diri sendiri, sebesar apakah kedukaan kita saat berlalunya kesempatan untuk berbuat taat yang hanya kita biarkan dan habiskan dalam kesia-siaan perbuatan? Atau malah diri kita tidak berduka sama sekali?

Adakah kita senantiasa bertanya dan menuntut pada diri, perbuatan baik apa saja yang akan dan telah kita persembahkan pada hari ini? Padahal kesempatan itu tidak datang dua kali dan terkadang hanya berlaku sekali. Hari yang kita jumpai saat ini dengan segala ragam keadaannya tak akan kembali terulang untuk esok, sedangkan kita tak pernah tahu, apakah esok kita masih sehat dan mampu berbuat, atau bahkan tidak akan lagi menjumpainya.

Saudaraku,

Bertanya pada diri sendiri atas banyak hal yang mesti diperbaiki adalah sebuah kebutuhan yang sudah seharusnya dilakukan. Menjadi Waspada atas banyak kecenderungan-kecenderungan diri yang melalaikan merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan dasar untuk tetap menjaga langgengnya iman. Mampukah kita melakukan perubahan dan perbaikan, jika kita tidak pernah bertanya hal apa yang mesti kita rubah dan perbaiki? Mampukah kita melihat kelemahan dan kekurangan, jika diri tetap tidak mau peduli dan introspeksi serta selalu saja merasa sempurna dan tiada cela?

Saturday, April 30, 2011

CINTA ADALAH FITRAH YANG SUCI

Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah SWT di dalam jiwa manusia , iaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya.

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Ar Rum ayat 21)

Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor , kerana kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram

Cinta mengandung segala makna kasih sayang , keharmonisan , penghargaan dan kerinduan , disamping mengandung persiapan untuk menempuh kehiduapan dikala suka dan duka , lapang dan sempit.

Cinta bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Tapi disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian dengan akhlak yang baik.

Islam adalah agama fitrah karena itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.

Islam membersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahawa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.

PERNIKAHAN TEMPAT BERMUARANYA CINTA

"Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti pernikahan" (Sunan Ibnu Majah)

Pernikahan dalam islam merupakan sebuah kewajiban bagi yang mampu.Dan bagi insan manusia yang saling menyintai pernikahan seharusnyalah menjadi tujuan utama mereka.

Kerana itulah percintaan yang tidak mengarah kepada pernikahan bahkan disertai hal-hal yang diharamkan agama sangat tidak disarankan oleh islam.Cinta dalam pandangan islam bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik , dan bukan pula pembenaran terhadap perilaku yang dilarang agama.Kerana hal ini bukanlah cinta melainkan sebuah lompatan birahi yang besar saja yang akan segera pupus.Karena itu cinta memerlukan kematangan dan kedewasaan untuk membahagiakan pasangannya bukan menyengsarakannya dan bukan juga menjerumuskannya ke jurang maksiat.

Percintaan tanpa didasarkan oleh tujuan hendak menikah adalah sebuah perbuatan maksiat yang diharamkan oleh agama.Karena batas antara cinta dan nafsu birahi pada dua orang manusia yang saling menyintai sangatlah tipis sehingga pernikahan adalah sebuah ubat yang sangat tepat untuk mengubatinya.

Pernikahan adalah sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah SWT sebagai pemersatunya.Dan tidak ada yang melebihi ikatan ini.Dan inilah puncak segala kenikmatan cinta itu dimana kedua orang yang saling menyintai itu memilih untuk hidup bersama dan saling berjanji untuk saling mengasihi dan berbagi hidup baik suka maupun duka....

Friday, March 11, 2011

Mukmin sentiasa ingat kematian termasuk golongan cerdik


KITA selaku Muslim beriman hendaklah menerima hakikat semua makhluk Allah tidak kekal di dunia, termasuklah manusia. Dari hari ke sehari usia kita kian bertambah pendek dan bila tiba saatnya, kita terpaksa pergi juga ke alam baqa. 

Penjelasan al-Quran mengenai hal ini seharusnya menjadi pesan menyedarkan kita yang sering kali alpa dan sibuk dengan urusan duniawi yang bersifat sementara.
Allah berfirman yang mafhumnya: “Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia berikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Surah Al-Jumu’ah, ayat 8)
Orang yang menyedari mati pasti datang tidak akan mensia-siakan usianya, sentiasa berusaha mengisi waktu ke arah memantapkan keimanan. Setiap detik sangat berharga baginya, tidak suka membuang masa dengan hal tidak mendatangkan manfaat. 

Menginsafi bahawa hidup di dunia hanyalah ibarat seekor burung yang hinggap di ranting, bila tiba masanya akan terbang lagi dan dengan tekun mempersiapkan diri untuk bekalan menghadapi saat kematian adalah dikatakan manusia yang cerdik. 

Dinyatakan oleh Rasulullah SAW ketika menjawab pertanyaan seorang lelaki Ansar siapakah yang paling cerdik. Baginda berkata: “Yang paling banyak mengingati kematian antara mereka dan paling bagus persiapannya selepas kematian. Mereka itu orang cerdik.” (Hadis Riwayat Imam Ibnu Majah) 

Usia masih tersisa adalah anugerah Allah yang mahal harganya seharusnya disyukuri dengan kesibukan mengabdikan diri kepada-Nya, menjadi orang terbaik dan berfaedah di tengah masyarakat baik dengan harta, tenaga atau pun ilmu yang ada. 
Dengan cara begini, kita berada di tangga sebaik-baik manusia seperti mana penjelasan Rasulullah SAW yang bermaksud: “Sebaik-baik manusia ialah orang yang diberi panjang umur dan umur yang panjang itu dia gunakan untuk membuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sejahat-jahat manusia ialah orang yang diberi Tuhan umur panjang tetapi umur panjang itu digunakan untuk melakukan kejahatan dan kerusuhan saja.” (Hadis riwayat Ahmad) 

Di samping itu, kita hendaklah segera bertaubat sebagai usaha pembersihan diri daripada dosa. Allah melarang seseorang yang suka bertangguh untuk taubat sebab mati tidak diketahui bila. 

Jika sikap bertangguh diamalkan, maka dikhuatiri kita mati dalam keadaan tidak sempat untuk bertaubat. Tentu akan menanggung kerugian yang besar dan penyesalan tidak sudah. 

Allah berfirman yang bermaksud: “Dan segeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang yang bertakwa.” (Surah Ali Imran, ayat 133) 

Syarat diterimanya taubat nasuha mengikut Imam al-Raghib al-Asfahani ialah kita harus memenuhi empat perkara iaitu meninggalkan dosa kerana keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulangi dan berusaha melakukan apa yang boleh diulangi (diganti). 

Kita mesti faham bahawa Allah memberi kesempatan hidup di dunia supaya manusia menjalankan tugas sebagai khalifah, mengatur dan mengolah alam sehingga terwujudnya kehidupan yang adil, makmur dan penuh reda Allah. 

Dengan umur yang masih ada ini kita gunakan untuk menunaikan amanah Allah, pasti segala amalan dilakukan tidak dipersiakan oleh Allah, akan mendapat ganjaran setimpal di akhirat nanti. 

Renungilah firman Allah yang bermaksud: “Mereka itu adalah orang yang bertaubat, beribadat, memuji (Allah), puasa, rukuk, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar dan memelihara hukum Allah. Dan gembirakanlah orang mukmin itu.” (Surah At-Taubah, ayat 112) 

Pluralisme agama fahaman sesat bertentangan al-Quran


PLURALISME agama adalah fahaman menganggap semua agama di dunia, sama dan setaraf. Dengan memetik beberapa ayat al-Quran serta menyelewengkan tafsirannya, pendukung fahaman ini mendakwa semua agama tidak kira Islam, Kristian, Yahudi, Majusi, Buddha dan Hindu mengajar manusia menyembah Tuhan yang sama.

Cuma membezakan hanyalah kaedah penyembahan saja. Ertinya, semua penganut agama ini berpeluang memperoleh pahala dan syurga Allah SWT jika mereka melakukan kebaikan.
Fahaman sesat ini perlu ditentang kerana bercanggah ajaran al-Quran dan hadis. Sesungguhnya Allah SWT hanya mengiktiraf agama Islam sebagai agama yang diredai-Nya. Tidak ada agama lain boleh membawa kesejahteraan kepada manusia di dunia dan akhirat melainkan Islam.
Firman Allah bermaksud: “Dan sesiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya, dan ia pada hari akhirat kelak dari orang yang rugi.” (Surah Ali-Imran, ayat 85) 

Mengatakan semua agama sama adalah pandangan menafikan perjuangan Nabi SAW membasmi amalan syirik dalam kalangan musyrikin Quraisy. Baginda juga sangat istiqamah dalam menyebarkan Tauhid kepada penganut Kristian, Yahudi dan Majusi. 

Fahaman ini juga menidakkan sumbangan sahabat yang berhabis-habisan berjuang sehingga ke titisan darah terakhir demi mempertahankan keimanan, kesucian dan kebenaran ajaran Islam. 

Nama harum seperti Hamzah Abi Talib, Jaafar Abi Talib, Zaid bin Harithah dan Sumaiyyah sentiasa meniti di bibir umat Islam sebagai syuhada yang besar jasanya mempertahankan iman serta membela agama Allah. 
Dengan kata lain, jika semua agama adalah sama, setaraf dan berpeluang masuk syurga, maka tidak perlu junjungan Nabi SAW dan sahabat bersusah payah menyebar serta mempertahankan Islam dengan jiwa dan raga. 

Dalam hal ini, Rasulullah SAW pernah mengingatkan akan adanya golongan di akhir zaman yang cuba mentafsirkan al-Quran mengikut hawa nafsu. 

Sabda Baginda SAW bermaksud: “Kelak akan ada orang yang membaca al-Quran tidak sampai melampaui tenggoroknya (tidak sampai meresap dalam hati). Mereka sebenarnya lepas dari agama bagaikan lepasnya anak panah dari busurnya.” (Hadis riwayat Abu Ya’la) 

Islam menghormati penganut agama lain mengamalkan agama mereka, seperti mana perjanjian yang dimeterai antara Rasulullah SAW dengan orang bukan Islam ketika di awal pembentukan negara Madinah. Namun itu tidak bermakna Islam mengiktiraf kebenaran agama itu kerana kebenaran hanya ada pada Islam. 

Firman Allah bermaksud: “Sesungguhnya agama (yang benar dan diredai) di sisi Allah ialah Islam.” (Surah Ali-'Imran, ayat 19) 

Umat Islam perlu mengukuhkan akidah dan membentengi diri daripada fahaman sesat. Tanpa iman dan ilmu yang mantap, umat Islam mudah tergelincir ke lembah kesesatan dan syirik.